Menjadi konselor laktasi adalah passion saya selanjutnya. Bagaimana awalnya?
Saat menjadi mahasiswi FKG dan belajar tentang Kesehatan Gigi Anak, saya mengetahui bahwa pemberian ASI (menyusui bayi) berpengaruh pada pertumbuhan rahang dan kesehatan giginya kelak. Di sisi lain, pemberian susu formula dengan dot akan meningkatkan potensi anak mengalami nursing bottle caries juga akan berpengaruh kurang baik bagi pertumbuhan rahangnya.
Saya yang saat itu belum menikah (masih jomblo malah), memutuskan akan menyusui anak-anak saya kelak. Tapi ilmu saya seputar menyusui masih minimal sekali. Padahal sebagai dokter gigi, saya harus menjelaskan pada orangtua si anak bahwa gigi anaknya yang berlubang boleh jadi karena pemberian susu formula dengan dot. Setelah mendapat penjelasan saya, ada beberapa ibu yang bertanya, “kalau ASI saya nggak keluar gimana dong Dok?”. Atau ada juga yang merasa produksi ASI-nya kurang sehingga harus dicampur minum susu formula.
Nah, kalau ilmu laktasi (menyusui) tidak ada bagaimana saya harus menjawab? Apalagi saat itu saya juga belum berpengalaman menyusui.
Beruntung ibu saya adalah seorang dokter anak yang juga konsultan menyusui. Jadi saya bisa langsung bertanya pada beliau. Namun, ibu saya sepertinya kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang tiada henti sehingga saya diminta untuk mengikuti pelatihan manajemen laktasi dan pelatihan konseling menyusui.
Setelah mengikuti pelatihan, saya menyadari ternyata masalah menyusui itu bukan perkara mudah. Seorang ibu yang melahirkan dan kemudian berusaha menyusui bayinya butuh banyak dukungan.
Apalagi saat saya yang sudah merasa punya cukup bekal ilmu untuk menyusui, tetap mengalami kesulitan saat menyusui anak pertama saya. Dan bahkan sempat mengalami baby blues. Saya merasa perlu berbagi ilmu dan pengalaman kepada ibu-ibu menyusui lain dengan menjadi konselor laktasi.
Dan begitulah perjalanan saya sebagai dokter gigi/konselor laktasi dimulai 😊
0 Komentar